Subscribe:

Minggu, 24 Juni 2012

PILKADA (PEMILIHAN UMUM KADALUARSA)

Bulan Juli merupakan saat dimana masyarakat daerah merayakan pesta demokrasi dengan memilih beberapa kandidat yang dianggap kompeten dalam mengelola sumber daya daerah serta memecahkan beberapa masalah yang belum terselesaikan dengan masa jabatan 5tahun berdasarkan aturan UUD 1945. Ya itulah pilkada alias pemilihan umum kepala daerah dimana kota memilih walikota dan kabupaten memilih bupati.
Namun dalam pelaksanaanya membutuhkan biaya yang sangat mahal dari APBD yang bersumber dari APBN. Berikut beberapa rincian biaya pemilu.

Menurut data yang saya peroleh dari berbagai sumber untuk tingkat Pedesaan/Kelurahan ± 75.138, Kabupaten/Kotamadya ± 497, dan Provinsi 33.

1. Tingkat Pedesaan/Kelurahan     :  75.138 x          10.000.000   =       751.380.000.000
2. Tingkat Kabupaten/Kotamadya  :       497 x    70.000.000.000   =     790.000.000.000
3. Tingkat Provinsi                          :         33 x   600.000.000.000  = 19.800.000.000.000
4. Pemilihan Presiden                     :                                                =   9.000.000.000.000
                                                                                        Total         = 30.341.380.000.000 

Itu hanya memilih pemimpin dan wakilnya saja, belum DPR, DPRD, DPD yang tentunya membutuhkan dana yang sangat ekstrim dari uang rakyat, akan tetapi sedikit sekali bahkan tak ada rasanya sumbangsih mereka saat berada di tampuk kekuasaan. Semua janji-janji saat kampanye, terlupakan bahkan bisa dibilang amnesia.

 Saat kampanye tiba, banyak simpatisan atau relawan yang ikut berkampanye mendukung tiap kandidat yang berlagak "sok" dengan mengendarai motor memenuhi ruas jalan. Ini sangat mengganggu! terutama mereka yang ugal-ugalan.
Sebenarnya perlu dimaklumi, hampir sebagian besar mereka itu buta politik. Mereka ikut kampanye hanya dengan motif uang. 

Dari berbagai macam kategori, saya membagi berdarkan  sadar dan tidak akan politik. Ini hanya untuk analogi saja. Misalkan yang sadar politik 50% sedangkan yang tidak sadar 50% juga. Kedua kategori itu seharusnya memilih, namun pada kenyataannya yang dominan memilih adalah mereka yang tidak sadar akan politik yang hanya bisa dibeli dengan uang 50ribu dan kaos partai. Sehingga yang jadi incaran adalah kategori yang tidak sadar saja oleh setiap masing-masing kandidat. Inilah penyebab mengapa setiap pemimpin yang memimpin tidak bisa dengan efektif dan efisien dalam memanfaatkan jabatan mereka karena 50% orang-orang intelek menyatakan dirinya golput alias tak mau memeilih karena mereka tahu bakal seperti apa pemimpin selanjutnya alias tak ada perubahan dan semakin bobroknya perpolitikan kita yang implikasinya membuat sebagian besar orang alergi membicarakan politik. Inilah perbuatan oknum yang berjamaah itu.

Dengan melihat kondisi seperti diatas, para kaum intelek menganggap pilkada itu sudah basi atau kadaluarsa mengingat biaya yang begitu mahal dan nihilnya dukungan mereka terhadap rakyat. Ironis.

0 komentar:

Posting Komentar