Subscribe:

Kamis, 28 November 2013

Isu-Isu Geopolitik di Timur Tengah



Hubungan antara geografi dan politik di kawasan Timur Tengah adalah termasuk unik. Beberapa isu transnasional juga dapat kita temukan di kawasan ini. Isu-isu geopolitik yang dapat kita temukan di antaranya adalah: batas internasional, senjata pemusnah massal, penyelundupan senjata, migrasi dan pengungsi, penjualan narkotika, minyak, air, ketahanan pangan, pan-Arabisme, fundamentalisme, terorisme dan konflik.
            Dalam masalah sengketa batas internasional, pada perang dunia pertama dan kedua, begitu juga hingga perang dingin (Cold War), Timur Tengah selalu tak luput dari masalah ini. Perang Teluk (Gulf War) pada 1991 antara Irak dan Kuwait memberikan kita salah satu contoh tentang berperannya penjaga keamanan internasional untuk mengamankan eksistensi negara tersebut.
            Kenapa terjadi masalah batas wilayah? Itu karena, masalah kejelasan teritorial masih simpang siur, ditambah dengan keamanan suatu negara yang masih lemah. Akibat masalah ini kemudian adalah timbulnya konflik antar kawasan, saling klaim hingga perang menjadi tidak terelakkan lagi.
            Setidaknya, solusi bagi masalah kawasan ini setidaknya ada dua, pertama adalah fusion atau bergabung menjadi satu, dan kedua adalah fission yaitu berpisah. Pada kasus fusion kita bisa melihat di negeri Yaman, sedangkan pemisahan atau fission bisa dilihat dari negara Israel dan Palestina dengan konsepsi ”two state solution” (solusi dua negara).
            Dalam masalah kawasan ini juga dibedakan antara batas (boundary) dan perbatasan (frontier). Batas didefinisikan sebagai tanda yang membatasi bagian wilayah yang paling luar yang dikuasai oleh suatu negara. Sedangkan perbatasan adalah tapal batas atau garis pemisah antara dua negara. Boundary memilik makna ke dalam (intern), sedangkan frontier memiliki makna batas relasi antara dua negara yang bertetangga.
            Walaupun perbatasan diartikan sebagai garis yang tidak tampak, tapi dapat diidentifikasi pada bentang alam. Tidak semua batas negara memiliki tanda atau ditandai di lapangan, tapi umumnya diusahakan agar lebih tegas secara kasat mata. Oleh karena itu, jika terdapat fenomena alam yang relatif stabil maka digunakan fenomena alam seperti sungai, puncak perbukitan, dan lautan. Jika tidak ada atau masih menimbulkan konflik yang berkepanjangan maka biasanya dibuat pagar, jalan atau jalur lintasan dengan membangun tembok, kawat berduri atau jalan.
            Sebagai boundary, pagar pembatas wilayah negara memiliki makna bahwa wilayah suatu negara ditentukan luasnya dengan cara menghitungnya dari batas terluar negara tersebut. Sedangkan sebagai frontier, pagar pembatas tersebut memiliki makna bahwa penduduk setempat negara tertentu tidak boleh keluar tanpa izin dan sebaliknya penduduk dari negara tetangganya tidak boleh sembarangan juga memasuki wilayah negara tersebut.
            Masalah kedua dalam geopolitik adalah tentang senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction). Senjata nuklir, senjata kimia dan senjata biologi adalah termasuk dalam kategori pemusnah massal. Israel, seperti kesaksian dari mantan teknisi nuklir Israel Mordechai Vanunu, termasuk negara yang membuat nuklir, begitu juga dengan Iran, Libya, dan Pakistan. Iran bahkan telah mendeklarasikan bahwa Iran adalah bagian dari negara-negara nuklir dunia karena keberhasilan insinyur nuklirnya. “Iran telah menjadi bagian dari negara-negara nuklir dunia," kata Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dalam acara perayaan besar-besaran di Mashhad yang disiarkan televisi secara nasional, demikian dikutip Kompas (13/04/2006).
            Isu lain adalah berkenaan dengan migrasi dan pengungsi. PBB mengestimasikan sekitar 20 juta pengungsi pada akhir abad keduapuluh. Cohen (1995) menyebut bahwa migrasi orang Yahudi dari Eropa ke tanah Palestina adalah salah satu migrasi yang besar di Timur Tengah. Kaum Zionis Politik merencanakan bahwa migrasi itu adalah suatu homecoming, “pulang kembali” ke tanah yang telah dijanjikan oleh Tuhan kepada mereka setelah sebelumnya mereka tercerai-berai.  
              Masalah lain adalah tentang penjualan narkoba. Narkoba adalah elemen kunci dalam agenda politik makro. Ini telah menjadi isu internasional. Bahkan, kontrol dari pembuatan hingga penjualan barang tersebut telah mencakup negara-negara di dunia. Keuntungan yang diperoleh dari bisnis ini juga sangat fenomenal dan menjanjikan.
            Isu lainnya adalah tentang minyak. Timur Tengah adalah “lumbung”-nya minyak di dunia. Semua negara di dunia ini membutuhkan minyak. Karena banyaknya minyak, maka konflik antar sesama negara Timur Tengah pun terjadi, seperti antara Irak dan Kuwait. Begitu juga dengan kepentingan negara-negara besar seperti Amerika yang ingin menguasai minyak di kawasan tersebut.
            Lainnya adalah adalah tentang Pan-Arabisme atau nasionalisme Arab. Gerakan ini adalah untuk penyatuan negara-negara Arab untuk menjadi sebuah kekuatan besar dalam dunia politik. Kesamaan bahasa, geografis, dan budaya yang membuat gerakan ini dibuat. Kata kunci dari gerakan ini adalah negara-negara berbahasa Arab, dan ini adalah efek dari Al-Qur’an yang berbahasa Arab. Bahasa ini kemudian menjadi unsur penyatu bagi negara-negara Arab. Selain itu, adalah karena mereka memiliki agama yang sama, yaitu Islam. “...the common culture for the Arab world is that the great majority of people share a commom religion, Islam,” tulis Ewan W. Anderson dalam The Middle East Geography & Geopolitics (hal. 300)
            Masalah fundamentalisme terjadi di Kristen, Yahudi dan Islam. Namun dari segi politik, fundamentalisme kaum Zionis Yahudi adalah lebih efektif dengan fundamentalis dari agama Islam. Itu, karena fundamentalisme Yahudi berhasil mendirikan yang the state of Israel di Timur Tengah. Ini cukup beralasan karena, dalam kalangan fundamentalis Islam kerap mengalami kegagalan internal ketika hendak mendirikan sebuah gerakan transnasional, seperti nasionalisme Arab, atau pan-Islamisme-nya Jamaluddin al-Afghani. Jika dilihat dari konteks berhasilnya sebuah ide, maka gerakan fundamentalis Yahudi lebih berhasil. Persoalan Arab sendiri yang tidak bisa bersatu karena egoisme ingin menjadi pemimpin adalah masalah tersendiri yang membuat negara gerakan Pan-Arabisme atau gerakan negara-negara Arab tidak memberi arti banyak bagi umat Islam, sebutlah kasus Palestina yang belum juga merdeka padahal OKI telah lama didirikan oleh negara-negara Arab untuk menyelesaikan masalah Palestina.
            John Esposito menyebut dua kata kunci dalam fundamentalisme Islam, yaitu revivalisme dan aktivisme. Kedua term ini pada hakikatnya memiliki satu tujuan yaitu kebangkitan Islam. Gerakan seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, adalah gerakan revivalis yang berjuang demi tegaknya Islam. Mereka kemudian menggerakkan konsepsi dasar perjuangannya dengan nuansa pergerakan untuk membangkitkan Islam yang dulu pernah berjaya di abad ke-7 masehi hingga abad-abad sesudahnya. Namun, pergerakan revivalis itu kerap malah terkena demonologi, digambarkan sebagai setan oleh media massa dari Barat. Ini juga berimplikasi pada hal-hal yang berbau Arab, apalagi sesudah tragedi WTC di Manhattan, US, 2001.
            Masalah lainnya adalah tentang terorisme dan konflik. Terorisme dewasa ini kerap ditujukan pada gerakan-gerakan Islam, padahal dalam agama lain juga ditemukan adanya terorisme. Kasus Timothy McVeigh sang pengebom gedung federal di Oklahoma City pada 1995 yang menewaskan 168 orang adalah salah satu contoh betapa pelaku teror itu tidak melulu dilakukan oleh gerakan Islam. Gerakan Hamas di Palestina dengan infadah-nya kerap juga disebut sebagai teroris. Padahal, sejatinya definisi teroris yang belum paten juga berimplikasi pada tindakan Israel, juga Amerika yang menyerang Afghanistan, juga Irak adalah tindakan terorisme negara.
            Menurut Anderson, masalah terorisme di Timur Tengah setidaknya tidak lepas disebabkan oleh dua hal: berdirinya negara Israel yang juga disupport oleh Amerika, dan masalah proporsi sumber daya minyak. Kedua masalah ini kerap menjadikan alasan terjadinya teror di Timur Tengah.
            Beberapa masalah dalam geopolitik di atas masih tetap ada dan relevan untuk dijadikan kajian, karena isu tersebut masih berlanjut hingga kini. 

           

Oleh Yanuardi Syukur
 

Sumber:
  1. Ewan W. Anderson, The Middle East Geography & Geopolitics
  2. Sri Hayati & Ahmad Yani, Geografi Politik, Bandung: Refika Aditama, 2007
  3. Ensiklopedia Wikipedia
  4. Harian Kompas
http://kajiantimurtengah.multiply.com/

0 komentar:

Posting Komentar