Subscribe:

Selasa, 10 Juli 2012

BAHAYA DIBALIK E-KTP




Rasanya baru beberapa minggu Masyarakat kota Tasikmalaya menjalankan program e-ktp. Sayapun demikian meskipun telat beberapa hari dari waktu yang dijadwalkan karena alasan sedang kuliah diluar Tasik. Akhirnya saya pun ikut mengatri berdasarkan nomor urut yang tertera. Lucunya disaat mengantri aja masih ada yang korupsi antrean mentang mentang kenal dengan si pemanggil nomor urut terlebih lagi orang kaya. Well, tapi saya gak akan membahas itu. Kali ini tentang bahaya dari e-ktp sendiri karena ada pemeriksaan sidik jari dan retina segala. Ada apa dibalik semua ini? pertanyaan itupun terus berputar-putar di benak saya saat menunggu antrian.
Pernahkah anda berfikir, kalau data-data pribadi kita yang tersimpan dalam e-KTP disimpan di mana? Apakah database di tingkat kelurahan dan kecamatan cukup aman menyimpan data pribadi kita?

Perlu diingat, yang tercantum dalam e-KTP bukan hanya data pribadi semata, tapi biometrik kita, sidik jari kita, intinya, jati diri kita seutuhnya ada dalam e-KTP. Mengutip kicauan Sekjen ICT Watch Donny BU dalam twitter-nya, dengan data biometrik, ilmu yang berkembang memungkinkan kita tau seseorang itu sakit apa, apa kelemahannya, bagaimana potensi dirinya, dll.
Salah satu yang mengusik pikiran saya selama ini ialah kemiripan e-KTP beserta chip di dalamnya dengan program The RFID Chip 666 sebagai alat kontrol zionisme yang dimasukkan ke dalam permukaan kulit manusia. Dasar pengembangan RFID untuk manusia adalah sebuah sistem yang disebut SmartCard yang memiliki microchip lithium yang berfungsi membaca data riwayat seseorang yang berhubungan secara elektronik ke pusat data pemerintah seperti informasi kesehatan, data pajak, dan jumlah tabungan serta identitas pribadi lainnya
Tujuannya sederhana, Zionis ingin melakukan kontrolisasi dan pendataan pergerakan manusia-manusia yang telah mereka incar. Dengan dimasukkannya chip ke dalam tubuh manusia, hal itu akan memudahkan mereka untuk memastikan target yang mereka incar berada dalam sebuah pengawasan “Sang mata satu”.
RFID sendiri atau Radio Frequency Identification digunakan untuk menyimpan atau menerima data secara jarak jauh dengan menggunakan suatu piranti yang bernama RFID tag atau transponder. RFID tag adalah sebuah benda kecil (sebesar biji beras) yang dapat ditempelkan pada suatu barang atau produk. Hebatnya meski kecil, RFID tag berisi antena yang memungkinkan mereka untuk menerima dan merespon terhadap suatu query (semacam kemampuan untuk menampilkan suatu data dari database) yang dipancarkan oleh suatu RFID transceiver.
Jadi… relakah personal diri kita dan kondisi biologis kita (via biometrik) diserahkan via e-KTP kepada pihak yang kita tidak tahu siapa mereka? Data e-KTP bisa dengan mudahnya berpindah ke mana-mana, baik lewat email, flash disk, atau pun lewat jaringan Internet global bisa berpindah tangan dengan cepatnya hanya dalam hitungan sepersekian detik. Entah diterima siapa pun, termasuk yang tidak berhak atau tanpa otorisasi.
Ngerinya, akan sangat mudah bagi siapapun yang punya keterampilamn cukup, untuk mengekstrak data personal kita, apalagi jika penyimpanan database-nya tidak jelas. Kalau sudah begitu, siapa yang menjamin keamanan kita? Kemendagri-kah? DPR-kah, atau Pak SBY?
Dan parahnya, di Indonesia tak hanya masyarakatnya yang cuek dengan data privasi, tetapi juga pemerintahnya. Hingga saat ini, pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik sedang berlangsung. Sosialisasi proyek berbiaya Rp5,84 triliun itu terus digalakkan.
Salah satu manfaat yang menjadi ‘jualan’ pemerintah adalah, e-KTP akan mampu berkontribusi bagi keamanan nasional, khususnya dalam menekan ruang gerak terorisme. Dengan e-KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), identitas palsu diklaim akan segera dapat diketahui karena tertolak oleh sistem.
Keyakinan tersebut masih menjadi perdebatan, karena di era teknologi informasi yang semakin canggih, data keamanan nasional tingkat tinggi sekalipun rentan terhadap aktivitas para peretas dan pencuri data. Kasus bocornya ratusan ribu dokumen rahasia Amerika Serikat (AS) oleh Wikileaks bisa menjadi contoh.
Namun pemerintah tetap yakin. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sang pemilik proyek, mengklaim e-KTP ala Indonesia tidak akan dapat ditembus serta disalahgunakan. Keyakinan itu mereka wujudkan dengan melibatkan bantuan dari 15 lembaga seperti BIN, BPPT, ITB, dan Lembaga Sandi Negara.
Satu hal yang mungkin belum menjadi concern publik dalam kaitan dengan e-KTP adalah keterlibatan L-1 Identity Solutions sebagai penyuplai perangkat perekam sidik jari atau AFIS (Automated Fingerprint Identification System) dalam proyek e-KTP di Indonesia.
Perlu diketahui, L-1, yang berbasis di Stamford, Connecticut, AS, adalah salah satu kontraktor pertahanan terbesar. Stanford Washington Research Group, dalam laporannya, menyebut L-1 sebagai pemimpin pasar internasional proyek identitas biometrik yang diperkirakan bernilai US$14 miliar selama periode 2006-2011. L-1 menebar proyek hingga ke lebih daripada 25 negara. Di AS, L-1 digandeng Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keamanan Dalam Negeri dalam proyek visa, paspor, dan SIM.
Dari sekelumit tulisan di atas, sangat memungkinkan apabila data pribadi kita dikutip oleh negara lain. Apabila hal itu sudah terjadi, kemana lagi kita bisa bersembunyi? Karena setiap jengkal tubuh kita bisa diawasi dari jarak jauh sekalipun.
 Dan Saat ini e-KTP telah mulai meluas digunakan di hampir seluruh negara anggota Uni Eropa dan beberapa negara Asia seperti China dan India. Akankah ini betul-betul menuju sebuah tatanan yang satu, maksud yang satu, dan arah yang satu yakni sebuah tatanan dunia baru yang lazim disebut New Wolrd Order. Kita harus jeli dan terus waspada. Awasi terus program e-KTP.

Sumber; Solopos.com

2 komentar:

Anonim mengatakan...

hahaha... lucu lo gan...

Anonim mengatakan...

Anonim mengatakan...
hahaha... lucu lo gan...

wah orang ini gg paham kayanya...,

Posting Komentar