Sejarah singkat emas dan dollar
Awalnya, semua negara di dunia menggunakan emas dan perak ketika
bertransaksi satu sama lain. Bahkan AS pun dalam UUD-nya mencantumkan
bahwa negara menggunakan koin emas dan perak sebagai alat pembayaran.
Pada tahun 1800-an hingga 1900-an, orang-orang AS menggunakan uang koin
emas dan perak.
Lalu pada 1862, Presiden Lincoln perlu uang untuk membiayai perang saudara (pertanyaan klasik yang hingga kini bisa terus dipertanyakan: siapakah pemicu perang? siapakah yang meraup uang dari perang?). Parlemen AS mengizinkan Lincoln untuk meminjam uang dari bank negara (saat itu masih benar-benar bank milik pemerintah AS) sebesar 150 juta dollar (dalam bentuk koin emas/perak). Seharusnya, pemerintahan Lincoln mengembalikan uang itu dengan uang lagi, namun karena tidak mampu, diperkenalkanlah uang kertas yang berisi ‘janji’ untuk membayar kelak di lain waktu. Ketika itulah pemerintah AS memperkenalkan uang kertas dalam bentuk ‘sertifikat emas/perak’. Para pemilik uang menyimpan uangnya di bank pemerintah, pemerintah akan memberikan sertifikat bukti simpanan itu. Sertifikat itu kemudian bisa dijadikan alat tukar. Si A bisa membeli barang kepada si B dengan menggunakan sertifikat ini, lalu ketika si B butuh uang, dia bisa menyerahkan sertifikat ke bank dan menukarnya dengan koin emas/perak sesuai yang tertera di sertifikat.
Uang kertas ini secara bertahap diperkenalkan ke masyarakat dan dicetak terus-menerus untuk membiayai pengeluaran negara. Awalnya, saat itu ada cadangan emas di bank yang menjadi penjamin uang kertas itu, namun kelak, lama kelamaan, emas cadangan pun habis, sehingga pada akhirnya, uang kertas hanya uang kertas, bukan lagi ‘bukti’ penyimpanan cadangan emas di bank.
Pertanyaan: mengapa uang kertas yang dijadikan jalan keluar? Jawabnya:
1) karena dgn uang kertas, segelintir orang bisa melakukan apa saja; misalnya, pemerintah bisa hidup mewah, yang tak mungkin bisa dilakukan bila hanya uang emas yang beredar; uang emas sangat terbatas dan hanya orang yang benar-benar bekerja dan punya sumber daya yang bisa memilikinya. Pemerintah korup tentu tak bisa bermewah-mewah dalam sistem uang emas, kecuali bila dengan terang-terangan menindas rakyat. Padahal, di era modern, penindasan dan perbudakan terang-terangan seperti zaman feodal dulu sudah tidak mungkin lagi dilakukan.
2) karena ada segelintir orang kaya yang bisa meraup kekayaan yang sangat-sangat-super banyak melalui sistem ini; selanjutnya akan dijelaskan pada bagian III “Sejarah The Fed”]
Tentu saja, prosesnya tidak mudah dan memakan waktu sangat panjang. Rakyat AS zaman itu sudah pasti tidak mau begitu saja dibodoh-bodohi: menyerahkan emas perak mereka untuk ditukar dengan kertas cetakan. Akhirnya pada 1933, dengan alasan untuk menyelamatkan perekonomian negara, Presiden Roosevelt menggunakan cara kekerasan: penyitaan emas-perak. Siapa saja yang menyimpan emas-perang dianggap kriminal dan terancam penjara dan denda. Transaksi harus menggunakan uang kertas. Semua kontrak bisnis yang menggunakan uang emas harus dikonversi ke uang kertas. Semua pemilik uang emas-perak harus datang ke bank untuk ditukar dengan sejumlah uang kertas. [Proses penyitaan emas ini juga dibarengi dengan indoktrinasi di sekolah-sekolah/universitas, karena pada era itu, sekolah di AS sudah dibawah kendali pemerintah. Rakyat AS didoktrin bahwa uang kertas sama baiknya dengan uang emas dan bahwa penyitaan emas adalah demi kebaikan rakyat.]
Setelah SEMUA uang emas ditarik, dan rakyat menggenggam uang kertas, bank pun melakukan devaluasi mata uang. Pemerintah AS lalu menjual sebagian emas yang disita dari rakyatnya itu kepada pasar internasional (tentu dengan melalui bank), dengan harga yang lebih mahal daripada harga beli dari rakyat. Pemerintah AS menerima uang kertas sebagai ganti emas yang ‘dirampok’ dari rakyat itu, lalu digunakan untuk membiayai roda pemerintahan (atau tepatnya, untuk membiayai kehidupan mewah para pejabat negara). Jelas ini adalah perampokan uang rakyat besar-besaran. Makanya dikatakan: sejak saat itu, rakyat AS dijajah oleh bank. Mereka harus bekerja keras, dibayar dengan uang kertas. Sumber daya alam –yang sejatinya milik rakyat- dieksplorasi (misalnya, emas dan minyak digali) lalu ditukar dengan uang kertas.
Pertanyaannya: siapa bank yang sedemikian berkuasa itu? Apakah benar-benar bank milik pemerintah AS? Jawabnya: baca di bagian III : Sejarah The Fed]
Selanjutnya, pada tahun 1944, AS menggagas sistem keuangan internasional yang disebut Perjanjian Bretton Woods. Perjanjian ini dihadiri 44 negara Barat ini sepakat bahwa negara-negara tidak lagi menggunakan emas sebagai alat transaksi internasional, melainkan dengan dollar yang di-back up oleh emas. Artinya, AS menjamin bahwa setiap uang kertas dollar yang dicetaknya, ada cadangan emas di bank dalam jumlah tertentu. Lalu, mengapa negara-negara adikuasa macam Inggris, Perancis, dll, mau menerima perjanjian ini? Pertama, karena saat itu mereka sedang dalam posisi lemah akibat Perang Dunia I-II. Kedua, karena bank AS saat itu memiliki cadangan emas terbanyak. Dengan demikian, negara-negara lain diminta percaya pada uang dollar karena bank AS menyimpan 2/3 emas dunia.
Kenyataannya, akhirnya AS tak mampu lagi (atau, saya curiganya, sudah didesain demikian oleh para penggagas uang kertas) mem-back up semua dollar hasil cetakan pabrik dengan uang (seperti dikatakan tadi, emas itu terbatas, uang kertas bisa dicetak semau pemilik percetakan). Akibatnya, pertukaran dolar dengan emas tidak lagi setara dengan harga pertukaran emas resmi yang disepakati di Bretton Woods. Pada tahun 1971, AS sepihak mengumumkan tidak lagi terikat pada Bretton Woods dan tidak lagi melakukan back-up emas terhadap dollar yang dicetaknya. Namun terlambat bagi dunia, dollar sudah merasuk ke seluruh penjuru dunia dan menjadi alat tukar utama transaksi internasional. Dunia sudah dicengkeram oleh penjajahan bank AS yang bisa seenaknya mencetak dollar.
Lalu pada 1862, Presiden Lincoln perlu uang untuk membiayai perang saudara (pertanyaan klasik yang hingga kini bisa terus dipertanyakan: siapakah pemicu perang? siapakah yang meraup uang dari perang?). Parlemen AS mengizinkan Lincoln untuk meminjam uang dari bank negara (saat itu masih benar-benar bank milik pemerintah AS) sebesar 150 juta dollar (dalam bentuk koin emas/perak). Seharusnya, pemerintahan Lincoln mengembalikan uang itu dengan uang lagi, namun karena tidak mampu, diperkenalkanlah uang kertas yang berisi ‘janji’ untuk membayar kelak di lain waktu. Ketika itulah pemerintah AS memperkenalkan uang kertas dalam bentuk ‘sertifikat emas/perak’. Para pemilik uang menyimpan uangnya di bank pemerintah, pemerintah akan memberikan sertifikat bukti simpanan itu. Sertifikat itu kemudian bisa dijadikan alat tukar. Si A bisa membeli barang kepada si B dengan menggunakan sertifikat ini, lalu ketika si B butuh uang, dia bisa menyerahkan sertifikat ke bank dan menukarnya dengan koin emas/perak sesuai yang tertera di sertifikat.
Uang kertas ini secara bertahap diperkenalkan ke masyarakat dan dicetak terus-menerus untuk membiayai pengeluaran negara. Awalnya, saat itu ada cadangan emas di bank yang menjadi penjamin uang kertas itu, namun kelak, lama kelamaan, emas cadangan pun habis, sehingga pada akhirnya, uang kertas hanya uang kertas, bukan lagi ‘bukti’ penyimpanan cadangan emas di bank.
Pertanyaan: mengapa uang kertas yang dijadikan jalan keluar? Jawabnya:
1) karena dgn uang kertas, segelintir orang bisa melakukan apa saja; misalnya, pemerintah bisa hidup mewah, yang tak mungkin bisa dilakukan bila hanya uang emas yang beredar; uang emas sangat terbatas dan hanya orang yang benar-benar bekerja dan punya sumber daya yang bisa memilikinya. Pemerintah korup tentu tak bisa bermewah-mewah dalam sistem uang emas, kecuali bila dengan terang-terangan menindas rakyat. Padahal, di era modern, penindasan dan perbudakan terang-terangan seperti zaman feodal dulu sudah tidak mungkin lagi dilakukan.
2) karena ada segelintir orang kaya yang bisa meraup kekayaan yang sangat-sangat-super banyak melalui sistem ini; selanjutnya akan dijelaskan pada bagian III “Sejarah The Fed”]
Tentu saja, prosesnya tidak mudah dan memakan waktu sangat panjang. Rakyat AS zaman itu sudah pasti tidak mau begitu saja dibodoh-bodohi: menyerahkan emas perak mereka untuk ditukar dengan kertas cetakan. Akhirnya pada 1933, dengan alasan untuk menyelamatkan perekonomian negara, Presiden Roosevelt menggunakan cara kekerasan: penyitaan emas-perak. Siapa saja yang menyimpan emas-perang dianggap kriminal dan terancam penjara dan denda. Transaksi harus menggunakan uang kertas. Semua kontrak bisnis yang menggunakan uang emas harus dikonversi ke uang kertas. Semua pemilik uang emas-perak harus datang ke bank untuk ditukar dengan sejumlah uang kertas. [Proses penyitaan emas ini juga dibarengi dengan indoktrinasi di sekolah-sekolah/universitas, karena pada era itu, sekolah di AS sudah dibawah kendali pemerintah. Rakyat AS didoktrin bahwa uang kertas sama baiknya dengan uang emas dan bahwa penyitaan emas adalah demi kebaikan rakyat.]
Setelah SEMUA uang emas ditarik, dan rakyat menggenggam uang kertas, bank pun melakukan devaluasi mata uang. Pemerintah AS lalu menjual sebagian emas yang disita dari rakyatnya itu kepada pasar internasional (tentu dengan melalui bank), dengan harga yang lebih mahal daripada harga beli dari rakyat. Pemerintah AS menerima uang kertas sebagai ganti emas yang ‘dirampok’ dari rakyat itu, lalu digunakan untuk membiayai roda pemerintahan (atau tepatnya, untuk membiayai kehidupan mewah para pejabat negara). Jelas ini adalah perampokan uang rakyat besar-besaran. Makanya dikatakan: sejak saat itu, rakyat AS dijajah oleh bank. Mereka harus bekerja keras, dibayar dengan uang kertas. Sumber daya alam –yang sejatinya milik rakyat- dieksplorasi (misalnya, emas dan minyak digali) lalu ditukar dengan uang kertas.
Pertanyaannya: siapa bank yang sedemikian berkuasa itu? Apakah benar-benar bank milik pemerintah AS? Jawabnya: baca di bagian III : Sejarah The Fed]
Selanjutnya, pada tahun 1944, AS menggagas sistem keuangan internasional yang disebut Perjanjian Bretton Woods. Perjanjian ini dihadiri 44 negara Barat ini sepakat bahwa negara-negara tidak lagi menggunakan emas sebagai alat transaksi internasional, melainkan dengan dollar yang di-back up oleh emas. Artinya, AS menjamin bahwa setiap uang kertas dollar yang dicetaknya, ada cadangan emas di bank dalam jumlah tertentu. Lalu, mengapa negara-negara adikuasa macam Inggris, Perancis, dll, mau menerima perjanjian ini? Pertama, karena saat itu mereka sedang dalam posisi lemah akibat Perang Dunia I-II. Kedua, karena bank AS saat itu memiliki cadangan emas terbanyak. Dengan demikian, negara-negara lain diminta percaya pada uang dollar karena bank AS menyimpan 2/3 emas dunia.
Kenyataannya, akhirnya AS tak mampu lagi (atau, saya curiganya, sudah didesain demikian oleh para penggagas uang kertas) mem-back up semua dollar hasil cetakan pabrik dengan uang (seperti dikatakan tadi, emas itu terbatas, uang kertas bisa dicetak semau pemilik percetakan). Akibatnya, pertukaran dolar dengan emas tidak lagi setara dengan harga pertukaran emas resmi yang disepakati di Bretton Woods. Pada tahun 1971, AS sepihak mengumumkan tidak lagi terikat pada Bretton Woods dan tidak lagi melakukan back-up emas terhadap dollar yang dicetaknya. Namun terlambat bagi dunia, dollar sudah merasuk ke seluruh penjuru dunia dan menjadi alat tukar utama transaksi internasional. Dunia sudah dicengkeram oleh penjajahan bank AS yang bisa seenaknya mencetak dollar.
Faktor yang mempengaruhi harga Emas :
Perubahan Kurs
Melemahnya kurs dollar AS dapat mendorong kenaikan harga EMAS dunia. Ketika
tingkat suku bunga naik, ada usaha yang besar untuk tetap menyimpan
uang pada deposito ketimbang emas yang tidak menghasilkan bunga (non interest-bearing). Ini akan menimbulkan tekanan pada harga
EMAS. Sebaliknya, ketika suku bunga turun, harga
EMAS akan cenderung naik. Pada tahun 1998, karena nilai tukar rupiah merosot tajam terhadap mata uang dollar AS, pemerintah menaikkan tingkat suku bunga secara signifikan. Harapannya, menahan laju kenaikan nilai tukar dollar AS. Akibatnya, walaupun tingkat suku bunga naik, harga
EMAS juga naik. Terlihat jg tingkat suku bunga tidak terlalu berpengaruh pada harga
EMAS di Indonesia. Tetapi, lebih banyak dipengaruhi harga
EMAS dunia sehingga pengaruh nilai tukar dollar AS terhadap
rupiah sangat besar. Saat terjadi kepanikan finansial seperti saat
krisis moneter harga emas akan meroket tidak terkendali. Hal ini terjadi
karena masyarakat enggan memegang uang kertas dan lebih memilih
menyimpan kekayaanya dalam bentuk EMAS.
Salah satu contoh hal yang dapat mempengaruhi suplai dan permintaan (supply and demand) dari
EMAS adalah seperti kejadian pada pertengahan tahun 1980. Contoh lainnya, kasus pada pertengahan tahun 1998 di mana harga
EMAS terus merosot. Saat itu, bank-bank sentral di Eropa
menyatakan akan mengurangi cadangan emasnya sehubungan rencana
pemberlakuan mata uang euro. Harga
EMAS langsung anjlok di sekitar 290 dollar per troy ounce.
Sekitar 80 persen dari total suplai
EMAS digunakan industri perhiasan. Konsumsi perhiasan merupakan
pengaruh yang besar pada sisi permintaan. Ketika kondisi ekonomi
meningkat, kebutuhan akan perhiasan cenderung naik. Namun, dari data
statistik terlihat kebutuhan akan perhiasan lebih sensitif terhadap naik
turunnya harga emas dibanding kan meningkatnya kondisi ekonomi.
Ketegangan politik dunia, misalnya AS dengan Iran, AS dengan Timur
Tengah atau ketegangan lain yang membuat suhu politik dunia meninggi dan
mengakibatkan ketidakpastian ekonomi membuat harga emas naik.
Harga Emas Pada tahun 1971, sejak Presiden Richard Nixon
mengakhiri konvertibilitas dolar AS dengan emas, untuk mengakhiri peran
sentral dalam sistem mata uang emas dunia. Tiga tahun kemudian Kongres
mengesahkan kepemilikan emas oleh warga AS. Dibebaskan dari harga
pemerintah sebesar $ 35 per ons, dolar dan emas melayang. Pada tahun
1979 dan 1980, kurangnya kepercayaan investor pada kemampuan pemerintah
untuk membatasi ekspansi uang beredar mengakibatkan kepanikan, sehingga
membeli logam mulia sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Harga emas
melonjak, dan pada bulan Januari 1980 harga emas mencapai rekor sebesar $
850 per ounce. Selama periode empat tahun 1976-1980, harga emas telah
meningkat lebih dari 750%.
Pada awal 1980-an US Federal Reserve menaikkan suku bunga untuk
membatasi pertumbuhan uang beredar. Kebijakan ini mencapai tujuan dan
pada tahun 1982 dan suku bunga menurun dan ketakutan inflasi telah
mereda. Investasi modal menanggapi dengan memindahkan dalam aset
keuangan dari komoditas termasuk emas, dan pasar melonjak. Setelah
tertinggi bersejarah Januari 1980, harga emas kepedalaman dalam $ 300 -
kisaran $ 400 sampai memukul rendah dari $ 256 pada bulan Februari 2001.
Kemudian bull market emas kembali, dan pada bulan November 2009 telah
mendorong harga hingga $ 1140 - naik sebesar 445%. Untuk beberapa
investor, hal ini menunjukkan bahwa sejarah mengulangi dirinya sendiri
dan harga emas adalah $ 2.000 per ounce. Untuk kembali ke tahun 1980
yang tinggi, ketika disesuaikan dengan inflasi, harga akan perlu lebih
dari $ 2.000 sekarang.
Ada lembaga yang melacak dari semua emas di dunia. Gold Fields Mineral Services Ltd (GFMS)
merupakan konsultan independen yang berbasis di London dan perusahaan
riset, didedikasikan untuk mempelajari emas internasional dan pasar
perak. GFMS menerbitkan Gold Survei tahunan, yang menampilkan
analisis yang komprehensif dan statistik pada pasokan emas dan
permintaan selama lebih dari enam puluh negara. GFMS
memperkirakan bahwa di atas tanah saham emas mewakili total volume
sekitar 160.000 ton, dimana lebih dari 60% telah ditambang sejak tahun
1950. GFMS memperkirakan bahwa semua emas yang pernah ditambang
akan membentuk sebuah kubus berukuran 20 meter (19 meter) di setiap
sisi. Pemegang emas terbesar di dunia seperti pemerintah Amerika
Serikat, dengan 8,133.5 ton. Pemegang lain termasuk Jerman, Dana Moneter Internasional (IMF), Italia, Prancis, SPDR Emas Saham, Cina, Swiss, Jepang, dan Belanda.
Di pasar global ada kurangnya kepercayaan terus-menerus dalam mata uang
berbasis kertas. Melemahnya dolar AS telah memberikan pengaruh yang luas
yang mengurangi kepercayaan pada mata uang lainnya. Dan dengan bank
sentral dan pembuat kebijakan pemerintah masih terlibat dalam intervensi
belum pernah terjadi sebelumnya fiskal dan moneter, ini bisa berlanjut
selama lebih lama lagi. Kekuatan emas saat ini mungkin merupakan
cerminan bukan suatu penanganan khusus terhadap nilai dolar AS, melainkan ekspresi dari malaise underlying yang sama dengan efek sisa-sisa dari krisis keuangan global.
KESIMPULAN
Nilai suatu barang itu intinya adalah supply and demand. Ketika supply
banyak dan demand sedikit tentu saja harga akan turun. Kalau supply
sedikit demand banyak maka harga akan naik. Nah, jika terjadi krisis seperti krisis euro orang-orang akan mengalihkan pada dollar untuk mengamankan hartanya sehingga permintaan emas turun meskipun supplynya cukup. Begitupun sebaliknya, jika dollar terkena inflasi maka orang-orang akan beralih ke emas yang menunjukan permintaan tinggi sehingga nilainya pun tinggi sedangkan nilai dollar turun. Itulah yang menyebabkan hubungan emas dan dollar berbanding terbalik. Kenapa dollar? karena dianggap stabil dibanding mata uang lain yang cenderung labil.
0 komentar:
Posting Komentar