Subscribe:

Minggu, 05 September 2010

SEJARAH PERBANKAN SYARIAH

A. PENDAHULUAN
Dalam Bab 1 kita telah mendapatkan gambaran mengenai cakupan
ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup manusia. Kita juga
telah membahas bahwa walaupun di zaman Nabi SAW belum ada
institusi bank, tetapi ajaran Islam sudah memberikan prinsip-prinsip
dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktifitas
perdagangan dan perekonomian. Karena itu, dalam menghadapi
masalah muamalah kontemporer yang harus dilakukan hanyalah
mengidentifikasi prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran Islam dalam
bidang ekonomi, dan kemudian mengidentifkasi semua hal yang
dilarang. Setelah kedua hal ini dilakukan, maka kita dapat melakukan
inovasi dan kreativitas (ijtihad) seluas-luasnya untuk memecahkan
segala persoalan muamalah kontemporer, termasuk persoalan
perbankan.
gambar 2.1.
Namun, sebelum “proses ijtihad” dalam persoalan perbankan ini
kita lakukan, kita sebaiknya meneliti terlebih dahulu apakah persoalan
perbankan ini benar-benar merupakan suatu persoalan yang baru bagi
umat Islam atau bukan. Apakah konsep “bank” merupakan konsep
yang asing dalam sejarah perekonomian umat Islam? Pertanyaan ini
Apakah Perbankan
Syariah merupakan
konsep yang baru?
Ya Mulai dari nol
Tidak Lebih mudah

amat penting untuk dijawab karena akan menentukan langkah kita
selanjutnya. Bila konsep bank adalah konsep yang baru bagi umat
Islam, maka kita harus memulai langkah ijtihad kita dari nol. Namun,
bila konsep bank bukan konsep yang baru, artinya umat Islam sudah
mengenal bahkan mempraktekkan fungsi-fungsi perbankan dalam
kehidupan perekonomiannya, maka proses ijtihad yang harus kita
lakukan tentunya akan menjadi lebih mudah. Bab ini akan
memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, dengan menelusuri
secara singkat praktek-praktek perbankan yang dilakukan oleh umat
muslim sepanjang sejarah.

B. PRAKTEK PERBANKAN DI ZAMAN NABI SAW DAN SAHABAT
Perbankan adalah satu lembaga yang
melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu
menerima simpanan uang, meminjamkan
uang, dan memberikan jasa pengiriman
uang. Di dalam sejarah perekonomian
kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan
dengan akad yang sesuai syariah
telah menjadi bagian dari tradisi umat
Islam sejak jaman Rasulullah saw.
Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan uang
untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta
melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman
Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern
yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer
dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat
Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah.
Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya
oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat
terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali
ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya.1
Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan
tersebut.
1 Sami Hamoud, Islamic Banking, Arabian Information Ltd, London, 1985
Bank:
Lembaga yang melaksanakan
3 fungsi utama:
1. menerima simpanan uang
2. meminjamkan uang
3. memberikan jasa
pengiriman uang

Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin al Awwam, memilih tidak
menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk
pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda:
pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau
mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya
pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh.2
Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke
Kufah. Juga tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan
pengiriman uang ke adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak.3
Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan
meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang
paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar bin
Khattab ra, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan
kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini kemudian mereka
mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari Mesir.4
Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti
mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, telah dikenal sejak
awal diantara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.5
Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan
fungsi perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu
tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat
yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang
melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan
fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja.
2 Sudin Haron, Prinsip dan Operasi Perbankan Islam, Berita Publishing Sdn Bhd, Kuala
Lumpur, 1996
3 Sudin Haron, ibid
4 Kadim Sadr, “Money and Monetary Policies in Early Islam”, Essay on Iqtisad, Nur Copr.,
Silver Spring, 1989
5 Kadim Sadr, ibid

Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah
ilmu fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang
diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti
meminjamkan uang; credo berarti kepercayaan; sedangkan qard
dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.
Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil
dari istilah saq (suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar,
sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.

C. PRAKTEK PERBANKAN DI ZAMAN BANI UMAYYAH DAN
BANI ABASIAH
Jelas saja institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam,
karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di
masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani
Abbasiyah. Namun fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit,
menyalurkan dana, dan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya
dengan akad yang sesuai syariah.
Di jaman Rasulullah saw fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh
perorangan, dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi
saja.
Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan
dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan
oleh satu individu, dalam sejarah Islam telah dikenal sejak zaman
Fungsi-fungsi Bank sudah dipraktekkan oleh para sahabat di
zaman Nabi SAW:
1. Menerima Simpanan Uang
2. Memberikan Pembiayaan
3. Jasa Transfer Uang
Biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.

Abbasiyah6. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar
banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian
khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang
lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai
kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai
yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini
disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek
penukaran mata uang (money changer).
Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M)
yang sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud.
Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang
yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada
pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir
mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu
Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa
menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu Wahab menunjuk Ibrahim ibn
Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang bankir
sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen.
6 Adiwarman Karim, “Bankir Yahudi pada Zaman Abbasiyah”, Ekonomi Islam Suatu
Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta, 2001
Jihbiz vs. Bank: Persamaan dan Perbedaan
Persamaan:
Jihbiz & Bank sama-sama melakukan fungsi-fungsi berikut ini:
• To accept deposits
• To channel financing
• To transfer money
Perbedaan:
• Jihbiz dikelola oleh individu
• Bank dikelola oleh institusi

Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan
beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran.
Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima
deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang
terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya
tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer
yang telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai
penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan
pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al-
Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang
menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan
Aleppo (Spanyol sekarang).7

D. PRAKTEK PERBANKAN DI EROPA
Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan jihbiz kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini
dikenal sebagai institusi bank. Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan
praktek perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi yang
dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fikih
adalah riba, dan oleh karenanya haram. Transaksi berbasis bunga ini
semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada tahun 1545
membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba
(usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda
(excessive). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh Raja
Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang. Ini tidak
berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I
yang kembali membolehkan bunga uang.8
Selanjutnya, bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya
dan mengalami renaissance. Penjelajahan dan penjajahan mulai
dilakukan ke seluruh penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian
7 Sudin Haron, Islamic Banking: Rules and Regulations, Pelanduk Publications, Petaling
Jaya, 1997, h. 2. Lihat dalam Sami Hassan Homoud, Progress of Islamic Banking: The
Aspirations and the Realities. Islamic Economic Studies, Vol. 2 No. 1, December, 1994,
71-80.
8 Adiwarman Karim, “Ketika Riba Menjadi Bunga”, ibid.

dunia mulai didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang
sama, peradaban muslim mengalami kemerosotan dan negara-negara
muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman penjajahan bangsabangsa
Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian umat muslim
runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa.
Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Karena
itu, institusi perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara
muslim merupakan warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis
bunga.

E. PERBANKAN SYARIAH MODERN
Selanjutnya, karena bunga ini secara fikih dikategorikan sebagai
riba (dan karenanya haram), maka mulai timbul usaha-usaha di
sejumlah negara muslim untuk mendirikan lembaga alternatif terhadap
bank yang ribawi ini. Hal ini terjadi terutama setelah bangsa-bangsa
muslim mendapatkan kemerdekaannya dari penjajahan bangsa-bangsa
Eropa. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga
pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 40-an,
namun usaha ini tidak sukses.9 Selanjutnya, eksperimen lainnya
dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 50-an, di mana suatu lembaga
perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu.10
Namun demikian, eksperimen pendirian bank syariah yang paling
sukses dan inovatif di masa modern ini dilakukan di Mesir pada tahun
1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank ini
mendapat sambutan yang cukup hangat di Mesir, terutama dari
kalangan petani dan masyarakat pedesaan. Jumlah deposan bank ini
meningkat luar biasa dari 17,560 di tahun pertama (1963/1964)
menjadi 251,152 pada 1966/1967. Jumlah tabungan pun meningkat
drastis dari LE40,944 di akhir tahun pertama (1963/1964) menjadi
LE1,828,375 di akhir periode 1966/1967. Namun sayang, karena
terjadi kekacauan politik di Mesir maka Mit Ghamr mulai mengalami
kemunduran, sehingga operasionalnya diambil alih oleh National Bank
9 Haron, op.cit. h. 3.
10 Ibid, h. 3. Lihat dalam Rodney Wilson, Banking and Finance in the Arab Middle East,
Surrey (England), MacMillan Publisher Ltd, 1983.

of Egypt dan bank sentral Mesir pada 1967. Pengambilalihan ini
menyebabkan prinsip nirbunga pada Mit Ghamr mulai ditinggalkan,
sehingga bank ini kembali beroperasi berdasarkan bunga. Pada 1971
akhirnya konsep nir-bunga kembali dibangkitkan pada masa rezim
Sadat melalui pendirian Nasser Social Bank. Tujuan bank ini adalah
untuk menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep yang telah
dipraktekkan oleh Mit Ghamr.11
Kesuksesan Mit Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat muslim di
seluruh dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsip-prinsip
Islam ternyata masih dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. Ketika
OKI akhirnya terbentuk, serangkaian konferensi internasional mulai
dilangsungkan, di mana salah satu agenda ekonominya adalah
pendirian bank Islam. Akhirnya terbentuklah Islamic Development
Bank (IDB) pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara
Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan finansial untuk
pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka untuk
mendirikan bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan
peranan penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan
keuangan Islam. Kini, bank yang berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu
telah memiliki lebih dari 43 negara anggota.
Pada perkembangan selanjutnya di era 70-an, usaha-usaha untuk
mendirikan bank Islam mulai menyebar ke banyak negara. Beberapa
negara seperti Pakistan, Iran dan Sudan, bahkan mengubah seluruh
sistem keuangan di negara itu menjadi sistem nir-bunga, sehingga
semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa
menggunakan bunga. Di negara Islam lainnya seperti Malaysia dan
Indonesia, bank nir-bunga beroperasi berdampingan dengan bankbank
konvensional.
Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang
cukup pesat dan menyebar ke banyak negara, bahkan ke negaranegara
Barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat
sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, yakni pada

tahun 1983 di Denmark.12 Kini, bank-bank besar dari negara-negara
Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank dan Jardine
Fleming telah pula membuka Islamic window agar dapat memberikan
jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.
Gambar 2.2 di bawah ini memberikan peta singkat evolusi kegiatan
perbankan yang dipraktekkan oleh masyarakat muslim sepanjang
sejarah. Jadi dari segi proses evolusi, embrio kegiatan perbankan
dalam masyarakat Islam dilakukan oleh seorang individu untuk satu
fungsi perbankan. Kemudian berkembang profesi jihbiz, yaitu seorang
individu melakukan ketiga fungsi perbankan. Lalu kegiatan tersebut
diadopsi oleh masyarakat Eropa abad pertengahan, dan pengelolaannya
dilakukan oleh institusi, namun kegiatannya mulai dilakukan
dengan basis bunga. Karena mundurnya peradaban umat muslim dan
penjajahan bangsa-bangsa Barat terhadap negara-negara muslim,
maka evolusi praktek perbankan yang sesuai syariah sempat terhenti
beberapa abad. Baru pada abad 20 ketika bangsa muslim mulai
merdeka, terbentuklah bank syariah modern di sejumlah negara dan
insya Allah akan terus mengalami perkembangan.
12 Mr. Erik Trolle-Schultz, How the First Islamic Bank was Established in Europe, dalam
Islamic Banking and Finance, Butterworths Editorial Staff, London, 1986. h. 43-52.


F. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun
1992 adalah Bank Muamalat. Walaupun perkembangannya agak
terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya,
perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada
tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah di Indonesia, maka
pada 1999 jumlahnya bertambah menjadi tiga unit. Pada tahun 2000,
bank syariah maupun bank konvensional yang membuka unit usaha
syariah telah meningkat menjadi 6 unit. Sedangkan jumlah BPRS
(Bank Perkreditan Rakyat Syariah) sudah mencapai 86 unit dan masih
akan bertambah. Di tahun-tahun mendatang, jumlah bank syariah ini
2. jihbiz,
seorang individu melakukan ketiga fungsi perbankan
1. individu,
(Nabi/sahabat) melakukan satu fungsi perbankan
3. bank,
sebuah institusi melakukan ketiga fungsi
perbankan (diadopsi oleh masyarakat Eropa
abad pertengahan, namun kegiatannya mulai
dilakukan dengan basis bunga).
4. bank syariah modern,
institusi yang melakukan ketiga fungsi perbankan,
dengan berlandaskan syariah Islam.
Evolusi kegiatan perbankan dalam
masyarakat Islam:

akan terus meningkat seiring dengan masuknya pemain-pemain baru,
bertambahnya jumlah kantor cabang bank syariah yang sudah ada,
maupun dengan dibukanya Islamic window di bank-bank konvensional.
Dari sebuah riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting,
diproyeksikan bahwa total aset bank syariah di Indonesia akan tumbuh
sebesar 2850% selama 8 tahun, atau rata-rata tumbuh 356.25 % tiap
tahunnya. Sebuah pertumbuhan aset yang sangat mengesankan.
Tumbuh kembangnya aset bank syariah ini dikarenakan adanya
kepastian di sisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat
tentang keberadaan bank syariah.
The Growth of Sharia Banks' Asset


Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus
didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Namun realitas yang ada menunjukkan
bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di
institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis
dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan
mempengaruhi produktifitas dan profesionalisme perbankan syariah itu
sendiri. Dan inilah memang yang harus mendapatkan perhatian dari
kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu

mengamalkan ekonomi syariah di semua lini. Karena sistem yang baik
tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya
insani yang baik pula.
Kesimpulan
Setelah kita menelusuri secara singkat sejarah praktek perbankan
yang dilakukan oleh umat muslim, maka kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa meskipun kosa kata fikih Islam tidak mengenal kata
“Bank”, namun sesungguhnya bukti-bukti sejarah menyatakan bahwa
fungsi-fungsi perbankan modern telah dipraktekkan oleh umat muslim,
bahkan sejak zaman nabi Muhammad saw. Praktek-praktek fungsi
perbankan ini tentunya berkembang secara berangsur-angsur dan
mengalami kemajuan dan kemunduran di masa-masa tertentu, seiring
dengan naik-turunnya peradaban umat muslim. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa konsep bank bukanlah suatu konsep yang
asing bagi umat muslim, sehingga proses ijtihad untuk merumuskan
konsep bank modern yang sesuai dengan syariah tidak perlu dimulai
dari nol. Jadi, upaya ijtihad yang dilakukan insya Allah akan menjadi
lebih mudah.

0 komentar:

Posting Komentar