Hubungan antara
geografi dan politik di kawasan Timur Tengah adalah termasuk unik. Beberapa isu
transnasional juga dapat kita temukan di kawasan ini. Isu-isu geopolitik yang
dapat kita temukan di antaranya adalah: batas internasional, senjata pemusnah
massal, penyelundupan senjata, migrasi dan pengungsi, penjualan narkotika,
minyak, air, ketahanan pangan, pan-Arabisme, fundamentalisme, terorisme dan
konflik.
Dalam masalah sengketa batas internasional, pada perang dunia pertama dan
kedua, begitu juga hingga perang dingin (Cold War), Timur Tengah selalu
tak luput dari masalah ini. Perang Teluk (Gulf War) pada 1991 antara
Irak dan Kuwait memberikan kita salah satu contoh tentang berperannya penjaga
keamanan internasional untuk mengamankan eksistensi negara tersebut.
Kenapa terjadi
masalah batas wilayah? Itu karena, masalah kejelasan teritorial masih simpang
siur, ditambah dengan keamanan suatu negara yang masih lemah. Akibat masalah
ini kemudian adalah timbulnya konflik antar kawasan, saling klaim hingga perang
menjadi tidak terelakkan lagi.
Setidaknya, solusi bagi masalah kawasan ini setidaknya ada dua, pertama adalah fusion
atau bergabung menjadi satu, dan kedua adalah fission yaitu berpisah.
Pada kasus fusion kita bisa melihat di negeri Yaman, sedangkan pemisahan
atau fission bisa dilihat dari negara Israel dan Palestina dengan
konsepsi ”two state solution” (solusi dua negara).
Dalam masalah kawasan ini juga dibedakan antara batas (boundary) dan
perbatasan (frontier). Batas didefinisikan sebagai tanda yang membatasi
bagian wilayah yang paling luar yang dikuasai oleh suatu negara. Sedangkan
perbatasan adalah tapal batas atau garis pemisah antara dua negara. Boundary
memilik makna ke dalam (intern), sedangkan frontier memiliki makna batas
relasi antara dua negara yang bertetangga.
Walaupun perbatasan diartikan sebagai garis yang tidak tampak, tapi dapat
diidentifikasi pada bentang alam. Tidak semua batas negara memiliki tanda atau
ditandai di lapangan, tapi umumnya diusahakan agar lebih tegas secara kasat
mata. Oleh karena itu, jika terdapat fenomena alam yang relatif stabil maka
digunakan fenomena alam seperti sungai, puncak perbukitan, dan lautan. Jika
tidak ada atau masih menimbulkan konflik yang berkepanjangan maka biasanya
dibuat pagar, jalan atau jalur lintasan dengan membangun tembok, kawat berduri
atau jalan.
Sebagai boundary, pagar pembatas wilayah negara memiliki makna bahwa
wilayah suatu negara ditentukan luasnya dengan cara menghitungnya dari batas
terluar negara tersebut. Sedangkan sebagai frontier, pagar pembatas
tersebut memiliki makna bahwa penduduk setempat negara tertentu tidak boleh
keluar tanpa izin dan sebaliknya penduduk dari negara tetangganya tidak boleh
sembarangan juga memasuki wilayah negara tersebut.
Masalah kedua dalam geopolitik
adalah tentang senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction).
Senjata nuklir, senjata kimia dan senjata biologi adalah termasuk dalam
kategori pemusnah massal. Israel, seperti kesaksian dari mantan teknisi nuklir
Israel Mordechai Vanunu, termasuk negara yang membuat nuklir, begitu juga
dengan Iran, Libya, dan Pakistan. Iran bahkan telah mendeklarasikan bahwa Iran
adalah bagian dari negara-negara nuklir dunia karena keberhasilan insinyur
nuklirnya. “Iran telah menjadi bagian dari negara-negara nuklir dunia,"
kata Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dalam acara perayaan besar-besaran di
Mashhad yang disiarkan televisi secara nasional, demikian dikutip Kompas
(13/04/2006).
Isu lain adalah berkenaan dengan migrasi dan pengungsi. PBB mengestimasikan
sekitar 20 juta pengungsi pada akhir abad keduapuluh. Cohen (1995) menyebut
bahwa migrasi orang Yahudi dari Eropa ke tanah Palestina adalah salah satu
migrasi yang besar di Timur Tengah. Kaum Zionis Politik merencanakan bahwa
migrasi itu adalah suatu homecoming, “pulang kembali” ke tanah yang
telah dijanjikan oleh Tuhan kepada mereka setelah sebelumnya mereka tercerai-berai.
Masalah lain adalah tentang penjualan narkoba. Narkoba adalah
elemen kunci dalam agenda politik makro. Ini telah menjadi isu internasional.
Bahkan, kontrol dari pembuatan hingga penjualan barang tersebut telah mencakup
negara-negara di dunia. Keuntungan yang diperoleh dari bisnis ini juga sangat
fenomenal dan menjanjikan.
Isu lainnya adalah tentang minyak. Timur Tengah
adalah “lumbung”-nya minyak di dunia. Semua negara di dunia ini membutuhkan
minyak. Karena banyaknya minyak, maka konflik antar sesama negara Timur Tengah
pun terjadi, seperti antara Irak dan Kuwait. Begitu juga dengan kepentingan
negara-negara besar seperti Amerika yang ingin menguasai minyak di kawasan
tersebut.
Lainnya adalah adalah tentang Pan-Arabisme atau nasionalisme Arab. Gerakan ini
adalah untuk penyatuan negara-negara Arab untuk menjadi sebuah kekuatan besar
dalam dunia politik. Kesamaan bahasa, geografis, dan budaya yang membuat
gerakan ini dibuat. Kata kunci dari gerakan ini adalah negara-negara berbahasa
Arab, dan ini adalah efek dari Al-Qur’an yang berbahasa Arab. Bahasa ini
kemudian menjadi unsur penyatu bagi negara-negara Arab. Selain itu, adalah
karena mereka memiliki agama yang sama, yaitu Islam. “...the common culture for the Arab
world is that the great majority of people share a commom religion, Islam,” tulis Ewan W. Anderson dalam The
Middle East Geography & Geopolitics (hal. 300)
Masalah
fundamentalisme terjadi di Kristen, Yahudi dan Islam. Namun dari segi politik,
fundamentalisme kaum Zionis Yahudi adalah lebih efektif dengan fundamentalis
dari agama Islam. Itu, karena fundamentalisme Yahudi berhasil mendirikan yang
the state of Israel di Timur Tengah. Ini cukup beralasan karena, dalam kalangan
fundamentalis Islam kerap mengalami kegagalan internal ketika hendak mendirikan
sebuah gerakan transnasional, seperti nasionalisme Arab, atau pan-Islamisme-nya
Jamaluddin al-Afghani. Jika dilihat dari konteks berhasilnya sebuah ide, maka
gerakan fundamentalis Yahudi lebih berhasil. Persoalan Arab sendiri yang tidak
bisa bersatu karena egoisme ingin menjadi pemimpin adalah masalah tersendiri
yang membuat negara gerakan Pan-Arabisme atau gerakan negara-negara Arab tidak
memberi arti banyak bagi umat Islam, sebutlah kasus Palestina yang belum juga
merdeka padahal OKI telah lama didirikan oleh negara-negara Arab untuk
menyelesaikan masalah Palestina.
John Esposito menyebut dua kata kunci dalam fundamentalisme Islam, yaitu
revivalisme dan aktivisme. Kedua term ini pada hakikatnya memiliki satu tujuan
yaitu kebangkitan Islam. Gerakan seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir,
adalah gerakan revivalis yang berjuang demi tegaknya Islam. Mereka kemudian
menggerakkan konsepsi dasar perjuangannya dengan nuansa pergerakan untuk
membangkitkan Islam yang dulu pernah berjaya di abad ke-7 masehi hingga
abad-abad sesudahnya. Namun, pergerakan revivalis itu kerap malah terkena
demonologi, digambarkan sebagai setan oleh media massa dari Barat. Ini juga
berimplikasi pada hal-hal yang berbau Arab, apalagi sesudah tragedi WTC di
Manhattan, US, 2001.
Masalah lainnya adalah tentang terorisme dan konflik. Terorisme dewasa ini
kerap ditujukan pada gerakan-gerakan Islam, padahal dalam agama lain juga
ditemukan adanya terorisme. Kasus Timothy McVeigh sang pengebom gedung federal
di Oklahoma City pada 1995 yang menewaskan 168 orang adalah salah satu contoh
betapa pelaku teror itu tidak melulu dilakukan oleh gerakan Islam. Gerakan
Hamas di Palestina dengan infadah-nya kerap juga disebut sebagai teroris.
Padahal, sejatinya definisi teroris yang belum paten juga berimplikasi pada
tindakan Israel, juga Amerika yang menyerang Afghanistan, juga Irak adalah
tindakan terorisme negara.
Menurut Anderson, masalah terorisme di Timur Tengah setidaknya tidak lepas
disebabkan oleh dua hal: berdirinya negara Israel yang juga disupport oleh
Amerika, dan masalah proporsi sumber daya minyak. Kedua masalah ini kerap
menjadikan alasan terjadinya teror di Timur Tengah.
Beberapa masalah dalam geopolitik di atas masih tetap ada dan relevan untuk
dijadikan kajian, karena isu tersebut masih berlanjut hingga kini.
Oleh Yanuardi Syukur
Sumber:
- Ewan W. Anderson, The Middle East Geography & Geopolitics
- Sri Hayati & Ahmad Yani, Geografi Politik, Bandung: Refika Aditama, 2007
- Ensiklopedia Wikipedia
- Harian Kompas
http://kajiantimurtengah.multiply.com/
0 komentar:
Posting Komentar